Catatan Redaksi: Pejabat Tata Usaha Negara Tak Boleh Lakukan PK Terhadap Putusan Kasasi MA

Oleh: Francelino Xavier Ximenes Freitas – Pemred SINARTIMUR.co.id
Quotation:
“Putusan MK Nomor 24/PUU-XXII/2024 prihal pasal 132 ayat satu (1) UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan badan dan tata usaha negara seperti lembaga BPN dan Bupati, Gubernur dan seterusnya, tidak boleh melakukan PK terhadap Putusan MA.”
Singaraja, SINARTIMUR.co.id – POLEMIK tanah 45 hektar di Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgka, Kabupaten Buleleng, Bali, tidak pernah sepi kabarnya.
Kabar teranyar, Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) melalui Putusan Nomor 70 K/TUN/2025 telah menolak kasasi yang dimohon oleh Kakantah Buleleng sebagai pemohon kasasi I dan Pemkab Buleleng sebagai pemohon kasasi II dalam dalam perkara tanah di Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, melawan para petani di kawasan impian Batu Ampar.
Majelis hakim kasasi yang diketuai oleh Prof Dr H Yulius, SH, MH, dengan anggota majelis Hj Lulik Tri Cahyaningrum, SH, MH, dan Dr Hyosran, SH, MHum, dengan panitera pengganti Retno Nawangsih, SH, MH, pada hari Jumat tanggal 2 Mei 2025 mengadili: 1.Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi I Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng dan pemohon kasasi II Pemerintah Kabupaten Buleleng; dan 2.Menghukum pemohon kasasi I dan II membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sejumlah Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah).
Kantah Buleleng dan Pemkab Buleleng sebelumnya kalah di tingkat peradilan banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
PT TUN Mataram dalam amar putusannya pada tanggal 23 Oktober 2024 kembali menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar Nomor 16/G/2024/PTUN.DPS tanggal 6 Agustus 2024.
Dalam Nomor Perkara: 70 K/TUN/2025 ini disebutkan, jenis permohonan: K, tanggal masuk: Jumat, 17 Januari 2025, tanggal distribusi: Rabu, 5 Maret 2025, pemohon: Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng dan Pemkab Buleleng, termohon: Marsito, Matramo, Nawawi, Samsul Hadi, Rahnawi dan Jumrati.
Masih dalam uraian di Nomor Perkara: 70 K/TUN/2025 disebutkan perkara ini diputus pertanggal 2 Mei 2025, dengan amar putusan TOLAK KASASI.
Dengan penolakan kasasi oleh MA RI maka perkara itu sudah memiliki putusan berkuatan hukum tetap alias inkracht, maka tidak ada lagi upaya hukum lain berupa peninjauan kembali (PK) oleh pihak pemohon.
Peluang atau kesempatan Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Buleleng dan Pemkab Buleleng untuk melakukan PK atas putusan kasasi MA itu sudah tertutup. Ini lantaran ada Putusan MK Nomor 24/PUU-XXII/2024 prihal pasal 132 ayat satu (1) UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan badan dan tata usaha negara seperti lembaga BPN dan Bupati, Gubernur dan seterusnya, tidak boleh melakukan PK terhadap Putusan MA.
Dengan demikian isu yang berhembus bahwa secara diam-diam Pemkab Buleleng sedang berkoordinasi dengan investor di atas tanah sengketa itu seperti Hotel Dinasty, Hotel Gawana, dan Hotel Mimpi pada tanggal 9 Juni 2025 lalu dan berencana akan kembali menggelar rapat/koordinasi pada tanggal 20 Juni 2025 mendatang untuk mencari novum baru untuk melakukan PK, bakal sisia karena upaya PK oleh badan atau lembaga TUN sudah tertutup dengan Putusan MK Nomor 24/PUU-XXII/2024 .
Pemkab Buleleng dan Kantah Buleleng harus bersikap bijak dengan melaksanakan putusan kasasi MA RI itu, antara PT PTUN memerintahkan Pembanding I/Tergugat (Kantah Kabupaten Buleleng, red) supaya membatalkan Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan Tergugat berupa Sertifikat Hak Pengelolaan Nomor 00001, Desa Pejarakan, tanggal 25 November 2020, Surat Ukur Nomor Halaman 13 dari 15 halaman Putusan Nomor 47/B/2024/PT.TUN.MTR 70/TN/B/1971, tanggal 28 Desember 1971, Seluas 450.000 M2 atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng, terletak di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.
Selanjutnya PTTUN memerintahkan kepada Kantah Buleleng supaya memperoses permohonan sertifikat yang dimohonkan warga atas tanah seluas 80.000 M2 dari luas 450.000 M2 tersebut.
Data yang dimiliki media ini menyebutkan bahwa tanah tersebut sebelumnya tempat penambakan ikan dan garam lokal masyarakat setempat. Namun pada tahun 1975, diambil alih pemerintah dengan status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Nomor 1/Desa Pejarakan atas nama Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Buleleng yang diberikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK 3/HPL/DA/75 tanggal 17 Maret 1975.
Kemudian Pemkab Buleleng membagi tanah tersebut untuk kepentingan proyek pengapuran dengan luas 450 ribu M². Sementara sebagiannya diserahkan kepada investor yaitu PT. BCP.
Namun warga setempat tidak terima dengan perampasan sepihak tersebut. Pada tahun 2010 silam, mereka menggugat Pemda Buleng ke Pengadilan Negeri Singara yang terdaftar dengan nomor perkara 59/PDT.G/2010/PN.SGR., tanggal 17 Juni 2010. Perjuangan warga tersebut pun tak sia-sia. PN Singaraja dalam amar putusannya memerintahkan kepada Pemda dan pengelola supaya menyerahkan tanah tersebut kepada warga. ***