Kubutambahan Kembali Bergejolak, Krama Desak Segera Gelar Pemilihan Kelian Desa Adat Sesuai Awig-Awig

Quotation:
”Desa Adat Kubutambahan sudah punya awig-awig, ngapain pakai dresta yang tidak tercatat. Sama dengan pembohongan itu,” kritik Mahkota.
Kubutambahan, SINARTIMUR.co.id – Kubutambahan kembali bergejolak, Selasa (13/5/2025) siang. Ratusan krama Desa Adat Kubutambahan menggelar aksi demo di Pura Desa/Bale Agung Desa Adat Kubutambahan.
Dalam aksi damai itu, krama (warga) mendesak agar segera dilakukan pemilihan kelian atau penghulu desa adat sesuai dengan Awig-awig Desa Adat Tahun 1990, bukan memakai dresta dalam melakukan pemilihan kelian desa adat.
Massa berkumpul di Balai Banjar Kubuanyar, kemudian mereka berjalan menuju ke Pura Desa yang jaraknya sekitar 500 meter. Krama juga membawa spanduk yang bertuliskan Kami Mendukung Agar Ngadegang Penghulu Desa Sesuai Awig-Awig.
Dipimpin Jro Klian Ketut Ngurah Mahkota, didampingi Jro Klian Gede Sutarma, Jro Gede Suardana, dan Nyoman Jendrika, perwakilan krama adat menegaskan bahwa tuntutan ini bukan sekadar formalitas, melainkan panggilan moral demi menjaga tatanan adat yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Diketahui tuntutan mereka adalah mendukung prajuru (pengurus) desa adat untuk segera menggelar pemilihan kelian desa adat. Kemudian meminta pemilihan sesuai berdasarkan Awig-Awig Desa Adat Tahun 1990. Lalu melibatkan tiga komponen krama desa yakni desa linggih, desa latan, dan desa sampingan, dengan kata lain mengayomi seluruh krama. Serta membentuk panitia ngadegang penghulu desa.
Perwakilan Krama, Ketut Ngurah Mahkota mengatakan, pihaknya mendesak agar pemilihan kelian Desa Adat Kubutambahan dilakukan berdasarkan awig-awig, dengan kata lain agar tidak berdasarkan dresta. Menurutnya, sudah dua tahun terjadi kekosongan pemimpin di desa adat, semenjak meninggalnya Ketut Warkadea.
Meski kini jabatan tersebut diisi oleh penjabat, namun sudah seharusnya ada pemimpin dan pengurus yang definitif. Apalagi disebutkan, kalau penjabat tersebut sudah dalam kondisi sakit dan berumur.
”Desa Adat Kubutambahan sudah punya awig-awig, ngapain pakai dresta yang tidak tercatat. Sama dengan pembohongan itu,” kritik Mahkota.
Dilanjutkannya lagi, selama dua tahun ini Desa Adat Kubutambahan menjadi kesulitan dalam urusan dengan pemerintah alias sedikit tersendat dan tidak bisa jalan. Seperti urusan bantuan keuangan khusus (BKK), yang menjadi keluhan dari krama lainnya. Mengingat prajuru yang tidak memiliki SK, maka desa adat tidak dapat menerima bantuan tersebut.
Maka dari itu, pihaknya mendesak segera dilakukan pemilihan kelian desa adat. Meski Mahkota tahu ada dua kubu di Desa Adat Kubutambahan, yang menyebabkan adanya kelian desa adat baru menjadi terus tertunda. Apalagi sudah ada surat teguran dari MDA Bali dan Buleleng, agar segera dilakukan pemilihan melalui paruman desa.
”Jadi pengganti yang betul-betul melalui pemilihan, bukan pakai dresta. Ada sejarah panjang kelian desa adat, jadi bukan harus dari keluarga itu-itu saja. Harus ditegakkan awig-awig,” tegas Mahkota menambahkan.
Pertemuan yang cukup alot di Pura Desa berakhir hingga pukul 15.00 Wita dari pukul 13.00 Wita. Prajuru Desa Adat Kubutambahan mengaku akan mencari waktu yang tepat, untuk melaksanakan paruman desa, guna pemilihan kelian desa adat dalam waktu dekat.
Dalam aksi damai ini, Krama Desa Adat Kubutambahan mengajukan tiga poin tuntutan utama:
1. Penghulu harus dipilih dan diangkat berdasarkan Awig-Awig 1990.
2. Penghulu wajib mengayomi seluruh komponen krama desa tanpa diskriminasi.
3. Pengangkatan harus diakui dan disahkan oleh Majelis Desa Adat Provinsi Bali.
Tuntutan ini diperkuat oleh arahan dari Penghulu Desa Prawayah, Ketut Surawan, serta surat resmi dari Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Buleleng yang meminta percepatan pengangkatan Penghulu. Semua pihak sepakat bahwa pengangkatan pemimpin adat harus dilakukan sesuai aturan adat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok.
Selain itu, mereka menuntut pelaksanaan Peruman Desa untuk menyusun Perarem dengan melibatkan Krama Desa Linggih, Latan, dan Sampingan, serta pembentukan Panitia Pengangkatan Penghulu secara transparan dan inklusif.
Sebagai Krama desa adat, Ngurah Mahkota menegaskan akan tetap menjaga serta mendukung penuh pelaksanaan Awig-Awig dalam pemilihan Penghulu.
“Penghulu desa berasal dari Krama melinggih,” tegas Ngurah Mahkota mengutip Awig-Awig Desa Kubutambahan Pawos 13 tentang Prajuru.
“Adat bukan sekadar tradisi. Ia adalah sistem nilai, etika, dan jati diri kita. Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi? Dan kalau bukan sekarang, kapan lagi?.
Mahkota menekankan bahwa keberlangsungan adat tidak boleh dikorbankan demi kepentingan sesaat. Ia mengajak seluruh masyarakat untuk melihat adat sebagai warisan bernilai tinggi yang harus diteruskan kepada generasi mendatang.
“Wariskanlah kepada anak cucu kita bukan hanya tanah dan harta, tetapi juga nilai, kebijaksanaan, dan kehormatan, termasuk menjaga Awig-Awig,” tegas Ngurah Mahkota.
Writer/Editor: Francelino