
Quotation:
Saya mendesak KPK supaya KPK membuka kasus ini dengan terang benderang dan jangan ditutupi. Dan kalau memang berstatus terlapor biar diproses dengan UU anti korupsi dann kalau tdiak bersalah KPK jangan mengantung nama yang bersangkutan,” desak Angas.
Singaraja, SINARTIMUR.co.id – Kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan APD (Alat Pelindung Diri) Covid-19 di Kementerian Kesehatan RI tahun 2020 kembali dibuka oleh aktivis anti korupsi asal Buleleng, Bali, Gede Angastia. Ini menyusul kedatangan Angas – sapaan akrab Gede Angastia – ke KPK di Jakarta untuk melengkapi sejumlah dokumen pada Januari 2025 lalu.
Yang menarik adalah bahwa ada dugaan keterlibatan anggota DPR RI asal Buleleng berinisil GSL dalam kasus tersebut. Angas menyebutkan bahwa GSL sempat diperiksa sebagai saksi pada tahun 2021 lalu. Keterlibatan GSL dalam kasus ini karena yang masih tercatat sebagai komisaris PT EKI yang memenangkan tender pengadaan APD Covid-19 tersebut.
Rabu (5/2/2025) siang Angas menggelar jumpa pers di Restoran Ranggon Sunset di Pantai Penimbangan, Singaraja, mengungkap kembali keterlibatan GSL dalam kasus ini. Ia mengkritisi dugaan keterlibatan GSL anggota DPR dari Dapil Bali dalam kasus korupsi yang mengemuka sejak 2020. Ia menegaskan bahwa integritas Bali sebagai pulau yang dikenal dengan nilai kejujuran kini tercoreng oleh tindakan tersebut.
“Saya mendesak KPK supaya KPK membuka kasus ini dengan terang benderang dan jangan ditutupi. Dan kalau memang berstatus terlapor biar diproses dengan UU anti korupsi dann kalau tdiak bersalah KPK jangan mengantung nama yang bersangkutan,” desak Angas dalam jumpa pers itu.
“Saya sangat miris mendengar ini. Di Bali, kita terkenal dengan kejujuran, tapi sekarang malah ada dugaan keterlibatan anggota DPR dalam korupsi. Bahkan, di pusat, sudah ada tiga anggota DPR yang terciduk. Kasus ini sangat melanggar undang-undang. Saya mendesak KPK untuk segera menuntas kasus ini,” tandas Angas.
Angas menegaskan bahwa dirinya mengungkap kembali kasus atas inisiatif sendiri bukan atas suruhan pihak tertentu yang memiliki kepentingan politik. Angas menyatakan diri terpanggil untuk meminta KPK segera menuntas kasus ini agar ada kejelasan. Jangan nama dan status GSL digantung tanpa ada kejelasan dari KPK.
Kata dia, kasus ini berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pasal 236 UU Nomor 17 Tahun 2014, yang melarang anggota DPR berbisnis atau mengambil proyek pemerintah yang bersumber dari APBN. Karena, ungkap Angas, sesuai dengan data yang diperolehnya bahwa GSL yang anggota DPR RI kala itu masih tercatat sebagai komisaris PT EKI mendapat PL (penunjukan langsung) pengadaan APD dengan nilai Rp 3,3 triliun dan dari hasil temuan BPK RI ternyata negara dirugikan oleh perusahaann itu sebesar Rp 319 miliar.
“Ini bukan hanya pelanggaran kode etik, tetapi sudah melanggar undang-undang. Keterlibatan dalam proyek APBN sangat tidak etis. Dugaan ini menunjukkan adanya intervensi untuk mendapatkan proyek di Kementerian Kesehatan. Kerugian negara mencapai ratusan miliar, dan ini harus segera ditindaklanjuti,” tegasnya.
Angas mengaku telah menyerahkan laporan kepadaKPK untuk menyelidiki lebih lanjut dugaan kasus tersebut. Ia juga mendesak KPK untuk tidak memberikan ruang bagi oknum yang mencoba menghindar dari jeratan hukum.
“Jangan sampai ada anggapan bahwa hukum tidak berlaku untuk semua orang. Kalau KPK serius, harusnya ini segera ditindak. Undang-undang sudah jelas, tidak ada kebal hukum. Saya sebagai penggiat antikorupsi akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas,” tambahnya.
Angas juga menyoroti pandangan masyarakat yang mulai skeptis terhadap penegakan hukum di Indonesia, khususnya terkait isu-isu korupsi. Ia mengingatkan bahwa kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum dapat runtuh jika kasus ini tidak ditangani secara transparan.
“Kalau KPK lamban, saya akan langsung ke Presiden dan Wakil Presiden. Penegakan hukum harus tegak lurus, dan siapa pun yang melanggar harus diproses sesuai undang-undang,” ungkap Anggas.
Angas pun menceriakan kronolius PT EKI mendapat PL (penunjukan langsung) dari Kemenkes RI untuk menyediakan lima juta APD dalam sürat pesan APD No. KK.02.91/1/460/2020 tanggal 28 Maret 2020.
Kemudian PT EKI mengumumkan di Media Indonesia di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2020 hasil RUPS yang menunjuk ABPL, putra GSL, sebagai komisaris PT EKI menggantikan posisi GSL.
“Dugaannya keterlibatan GSL adalah bapak GSL masih sebagai Komisaris PT EKI saat PT EKI mendapat penunjukan langsung dari Kemenkes, sebelum digantikan oleh anaknya, ABPL,” beber Angas.
Angas menegaskan bahwa apa yang disampaikan ini bukan hasil kajiannya sendiri tetapi merupakan hasil temuan BPK RI yang telah diberikan kepada KPK sebagai dasar melakukan penyelidikan APD-gate ini.
“Hasil dari pemeriksaan BPK ditemukan kejanggalan-kejanggalan dalam mengikuti proses PL di Kementrian Kesehatan. Yaitu Bapak GSL tercatat sebagai Kkomisaris PT EKI, tahun 2019 di bulan Februari masih tercatat. Kemudian temuan BPK RI lainnya bahwa pada saat mengikuti PL PT EKI belum berizin; dan yang terkahir bapak GSL tercatat masih aktif menjadi anggota DPR RI dapil Bali dari Partai Golkar,” urai Angas.
Di bulan Juli 2020, ungkap Angas, GSL mengubah komisaris PT EKI dan memasukkan anak kandungnya untuk menggantikan dirinya sebagai komisaris. “Semua hal yang diuraikan di atas adalah hasil dari Temuan BPK , berdasarkan pemeriksaann dan temuan BPK inilah saya kuat menduga bahwa bapak GSL terlibat dan ikut berperan di PT EKI,” tegas Angas.
“Harapan saya dari komunitas anti korupsi dan teman-teman penggiat anti korupsi dari mahasiswa agar KPK membuka kembali kasus ini dengan terang benderang dan transparan agar publik mengetahui disaat-saat Pandemi Covid-19 masih ada pejabat publik melakukan tindakan korupsi, mirisnya lagi GSL ini adalah anggota DPR RI sampai saat ini. Apalgi ada instruksi dan peraturan Presiden siapapun yang korupsi di saat Pandemi Covid hukumanya adalah mati,” tandas Angas lagi.
Seperti diketahui pada tanggal 3 Oktober 2024, KPK menahan tiga tersangka masing-masing BS selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; AT selaku Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PT PPM); dan SW selaku Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (PT EKI).
Writer/Editor: Francelino