#2 Diskusi Nasional SMSI Badung Pariwisata Berkualitas: Politik Hukum Harus Dukung Pariwisata Berkelanjutan

Quotation:
“Bagaimana cara mengimplementasikan, sehingga regulasi yang dibuat, yang mana melalui politik hukum itu biar bisa mendukung apa yang menjadi acuan kita sebagai pariwisata berkelanjutan,” ucap Tantowi Yahya.
Mangupura, SINARTIMUR.co.id – PEMBANGUNAN PARIWISATA Bali, juga tidak terlepas dari perhatian dan pengamantan, Tantowi Yahya, Pengamat Pariwisata Nasional. President Commissioner Kura-Kura Bali, Tantowi Yahya menyebutkan Bali memiliki kekhususan, terutama pendapatan (income) bersumber dari sektor pariwisata.
“Karena disini tidak ada lagi sumber pemasukan, selain pariwisata. Di Bali itu tidak ada industri dan tidak ada Sumber Daya Alam (SDA), tidak ada minyak serta tidak ada tambang. Bali hanya mengandalkan pariwisata,” kata Tantowi Yahya.
Mengingat, pariwisata sebagai sumber pemasukan daerah dan juga sumber kehidupan masyarakatnya, lanjutnya pengaturan khusus diserahkan kepada Provinsi itu sendiri, yakni Bali dan hanya bidang-bidang tertentu yang masih dikerjakan oleh Pemerintah Pusat.
Sementara itu, Tantowi Yahya menyebutkan bidang ekonomi, hukum, imigrasi, perpajakan dan transportasi serta beberapa bidang lagi itu diserahkan kepada Provinsi untuk diatur secara khusus.
“Karena mereka membutuhkan perangkat itu dalam rangka untuk mengembangkan industri pariwisata pada level yang tertinggi, bermanfaat bagi Pemerintah dalam konteks pemasukan pajak dan juga bermanfaat bagi masyarakat dalam konteks pemasukan sebagai penopang kehidupan mereka,” terangnya.
Patut diketahui, bahwa dalam sistem pengelolaan daerah dikenal sebutan Daerah Biasa dan Daerah Istimewa (DI). Dicontohkan, terdapat DKI Jakarta sebagai ibukota dan juga Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Daerah Istimewa (DI) Aceh serta Daerah Istimewa (DI) Papua.
Dikatakan Daerah Istimewa (DI), karena diperlukan pengaturan khusus yang tidak semuanya tergantung pada Pusat, sehingga Bali disebut layak dijadikan Daerah Istimewa (DI) Pariwisata.
Terkait dengan pariwisata berkualitas dan berkelanjutan tidak terlepas dari tiga komponen, yaitu struktur hukum, substansi hukum dan kultur hukum, yang tergantung pada politik hukum. Apalagi, sektor hukum atau regulasi menjadi pondasi dari semua kegiatan berbangsa dan bernegara.
“Bagaimana cara mengimplementasikan, sehingga regulasi yang dibuat, yang mana melalui politik hukum itu biar bisa mendukung apa yang menjadi acuan kita sebagai pariwisata berkelanjutan,” tambahnya.
Jika berupaya kegiatan pariwisata dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan, maka harus dihadirkan hukum pada sektor pariwisata.
“Ada dua permasalahan hukum, yakni bikin hukum dan memberlakukan hukum. Nah, di DPR itu dimana saya pernah disana, kerjaan kita itu memproduksi hukum. Namun, membuat hukum itu hadir, dilaksanakan dan dijaga, itulah tugas Pemerintah,” urainya.
Diakui, tidak ada masalah dalam hal membuat Undang-Undang atau regulasi, lantaran punya banyak ahli. Namun, permasalahan bukan terletak pada produk hukum, tapi pelaksanaan hukum itu sendiri yang mulai dipermainkan, ketika terjadi improvisasi untuk kepentingan tertentu.
Jika hukum dijalankan secara konsekuen dikatakan tidak ada masalah, karena hukum itu produksi bersama rakyat melalui wakilnya di DPR dengan Pemerintah.
“Jadi, namanya hukum itu produk bersama bukan buatan Pemerintah dan juga bukan buatan DPR. Itu terjadi konsensus. Kita tidak masalah tentang itu, mau inisiasi dari Pemerintah atau DPR, hukum itu lancar kita buat,” tandasnya.
Menyikapi Diskusi Pariwisata, Tantowi Yahya menyatakan Diskusi Pariwisata yang dibahas semuanya daging, lantaran perspektif empat Narasumber berbeda-beda, tapi malah bersatu menuju satu tujuan, yakni Pariwisata Berkualitas, yang perlu dukungan hukum dan juga Pemerintah, baik Pusat dan stakeholder pemangku kepentingan.
“Meski demikian, dimulai dari angle masing-masing Narasumber, kita sepakat tadi, bahwa Bali itu sudah harus menuju Pariwisata Berkualitas,” pungkasnya.
Namun, dari perspektif berbeda diungkapkan Pengamat Kebijakan Publik Prof.Dr. I Nengah Dasi Astawa, M.Si., yang menyebutkan bukan wisatawan berkantong tebal membuat Pariwisata Berkualitas dan Berkelanjutan. Dalam arti
jika wisatawan kaya raya hanya tinggal di hotel berbintang tinggi, tapi berperilaku tidak sejalan dengan peradaban Bali.
“Tentu, hal itu tidak menjamin pariwisata memberi manfaat kepada masyarakat lokal, karena pemilik hotel besar hampir semua milik bukan pengusaha lokal, itu dominan chain hotel,” tegasnya.
Prof. Dasi Astawa juga menyoroti Pariwisata Inklusif berbasis kerakyatan, sustainability dan berkualitas.
Disebutkan, Pariwisata Inklusif umur pariwisata Bali akan terus tumbuh dan berkembang selama rakyat Bali masih menjadi pewaris dan pemilik Pulau Bali.
Pasalnya, Pariwisata Inklusif menjadi fundamental ekonomi kerakyatan, karena rakyat Bali turut berperan dan terlibat secara langsung maupun tidak langsung pada sektor pariwisata.
Menurutnya, kehadiran Pariwisata Inklusif oleh pelaku pariwisata dengan modal besar, seperti pemilik hotel besar akan meneteskan kesejahteraan (trickle down effect) kepada rakyat aerta multiplayer effect, jika memenuhi kewajiban, seperti membayar pajak dan menyerap tenaga kerja lokal.
“Jika lebih banyak tenaga bukan lokal, apalagi asing tentu keberadaannya tidak maksimal memberi kontribusi kepada Bali,” paparnya.
Prof. Dasi Astawa yang juga Direktur Politeknik El Bajo Commodus di Labuan Bajo NTT menambahkan, bahwa eksistensi budaya, tradisi dan upacara maupun upakara menjadi pemicu dan pendorong pariwisata Bali terus berkelanjutan secara natural dan sejalan dengan dinamika rakyat Bali secara totalitas.
Bagi rakyat Bali beraktivitas budaya, tradisi dan upacara maupun upakara tiada henti sebagai bagian dari melaksanakan karma berbasis dharma dengan tulus ikhlas tanpa merasa beban berdasar ngayah lan lascarya.
“Ngayah lan lascarya merupakan embrio dari Bali selalu aman dan nyaman untuk dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara dan itu akibat ekologi Bali secara sekala dan niskala damai dan harmonis,” ungkapnya.
Writer/Editor: Francelino