
Quotation:
Saya berharap pemerintah harus segera bersikap. Jangan sampai rakyat kecil dikorbankan untuk memelihara investor-investor sulit sepert ini,” desak Ketut Yasa.
Pancasari, SINARTIMUR.co.id – Perang dingin antara manajemen PT Sarana Buana Handara (PT SBH) yang membawahi Handara Gold & Resort Bali dengan sebelas warga Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali, akhirnya muncul ke permukaan.
Ini setelah kesebelas warga Pancasari yang didampingi penaehat hukum dari Kantor Hukim “Lidiron” Denpasar berkirim surat kepada Pj Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana, meminta perlindungan hukum.
Permintaan perlindungan hukum itu dilakukan lesebeleas warga Pancasari, karena mereka merasa diancam dan diintimidasi oleh manajemen PT SBH. Bahkan dalam rapat dua bulan lalu, melalui penasehat hukumnya PT SBH mengancam kesebelas warga akan diusir dari lahan yang mereka tempat secara turun temurun sejak tahun 1971 di kawasan Taman Wisata Gangga Buyan, bila PT SBH kembali diberi SHGB oleh pemerintah khususnya Kantor BPN/ATR Kabupaten Buleleng.
I Komang Sutrisna, SH, penahset hukik kesebelas warga Pancasari itu kepada wartawan mengungkapkan bahwa PT SBH malah secara konfrontatif dan sepihak telah memasang papan nama berbunyi “Tanah Ini Milik PT Sarana Buana Handara” di lahan itu, padahal PT SBH sudah tidak berhak lagi atas lahan itu karena SHBG yang menjadi dasar pengelolaan lahan itu sudah berakhir tahun 2012 lalu.
“Secara status legal standing, PT Sarana Buana Handara sudah tidak punya legal standing sebagai pemilik tanah yang sah, Mereka memohon juga dengan mereka melakukan pemohonan juga kepada negara untuk mendapatkan kembali SHGB itu. Sama-sama (PT SBH dan sebelas warga Pancasari) memohon untuk mendapat SHBG,” ungkap Sutrisna.
Sutrisna menegaskan bahwa dia bersama para kliennya akan melawan sikap arogansi yang dipertontonkan PT SBH. “Ini kan aneh ini. PT yang sebelum menerlantarkan tanah, kemudian merangsek lagi ketika 12 tahun sudah mati SHGBnya, kemudian dia mau mengambil alih lagi tanah ini, kemudian memprovokasi masyarakat dan ingin mengusir masyarakat. Ini kan keterlaluan namanya. Kita akan lawan orang-orang yang berpandangan sempit dan hanya berkepentingan diri sendiri, masyarakat di sini diabaikan, dia tidak mengerti sejarah masyarakat ada di sini,” tegas Sutrisna.
Sutrisna memaparkan selain meminta perlindungan hukum kepada Pj Bupati Buleleng, kesebelas warga Pancasari yang telah menempati tanah negara di kawasan Taman Wisata Gangga Buyan itu juga mengajukan permohonan kepemilikan atas tanah negara itu karena sudah 12 tahun tanah negara tersebut menjadi tanah terlantar sejak SHGB atas nama PT SBH berakhir tahun 2012 lalu.
“Dan masyarakat memohon tanah negara karena mereka sudah menempati tanah negara itu 20 tahun secara terus menerus. Dan mereka (sebelas warga Pancasari, red) menempati (tanah itu) sebelum SHGB, dan dia (sebelas warga Pancasari, red) menempati dengan izin perbekel yang dulu, Perbekel Wayan Widia. Tanyakan sejarahnya, masyarakat tahu semuanya,” papar Sutrisna lagi.
“Masyarakat yang pertama tinggal di sini Pak Karya namanya, bersama-sama keluarganya sampai saat ini tinggal di sini (lahan TN 6 ha, red). Bercocok tanam di sini, hidup sini, ber-KTP di sini, ini yang mau diusir? Ini kan aneh,” ucap Sutrisna lagi.
Informasi berakhir SHGB yang dipegang PT SBH pada tahun 2012 justru disampaikan Pemkab Buleleng melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah melalui suratnya dengan Nomor: 900.1.13.1/205.17/B44.V BPKPD/XI/2024 tertanggal 25 November 2024, di butir 3 berbunyi “Atas Permohonan NOP Baru atas nama PT Sarana Buana Handara setelah SHGB No. 044/Desa Pancasari berakhir pada tahun 2012, tidak ada permohonan dimaksud di Kantor BPKPD Kabupaten Buleleng”.
Kesebelas warga Pancasari itu Senin (16/12/2024) didampingi tim penasehat hukum I Komang Sutrisna, SH bersama Ketua LSM Aliansi Buleleng Jaya, Drs Ketut Yasa sudah menyerahkan dokumen permohonan ke Kantor Desa Pancasari untuk memintakan tanda tangan Perbekel Pancasari. Dokumen permohonan milik sebelas warga itu diterima oleh Sekretaris Desa Pancasari Gusti Ngurah Darma Susila.
Sementara Ketua LSM Aliansi Buleleng Jaya, Drs Ketut Yasa menegaskan bahwa dirinya ikut mengawal upaya kesebelas warga Pancasari untuk mendapatkan hak atas TN itu karena adanya Perpres Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria serta pernyataan Presiden Jokowi (kini mantan Presiden) tanggal 3 Oktober 2024 lalu yang menegaskan bahwa reforma agraria bertujuan untuk menwujudkan keadilan, menolong rakyat kecil, dan mengurangi ketidakmerataan.
Sekretaris Desa Pancasari Gusti Ngurah Darma Susila usai menerima dokumen permohonan kesebelas warga, kepada wartawan mengakui bahwa sepengetahuan dirinya sejak terbit SHGB Nomor 007 Tahun 1990 hingga dirubah menjadi SHGB Nomor 044 tahun 2003, PT SBH tidak pernah melakukan aktivitas apapun hingga SHGB itu berakhir tahun 2012 lalu.
Kata Sekretaris Desa Pancasari itu bahwa secara de facto tanah itu ditempati warga dan dikelola warga secara turun temurun.
LSM Aliansi Buleleng Jaya Desa Pemkab Copot Papan Nama
Sutrisna juga menuding PT SBH telah melabrak aturan dengan memasang plang atau papan nama berbunyi “Tanah Ini Milik PT Sarana Buana Handara” di lahan TN yang bukan lagi hak pengelolaan mereka.
“PT Sarana Buana Handara tahun 2023 yang lalu memasang plang. Sebenarnya sudah menyalahi aturan karena tahun 2012 mereka sudah tidak punya hak lagi tetapi mereka menyatakan bahwa tanah ini adalah tanah milik PT Sarana Buana Handara. Mereka memprovokasi masyarakat, mengintimidasi masyarakat dengan mengundang masyarakat ini pada tanggal 1 Juli 2024, mereka diminta datang Bali Handara, dan menandatangani surat pernyataan sebagai penggarap. Di sana disebutkan bahwa masyarakat kami ini meminjam dan menjadi penggarapa selama ini di tanah itu. Padahal sejarahnya tidak demikian. Ia (PT SBH) memalsukan sejarah,” ungkap Sutrisna.
“Dalam point dan seterusnya, di situ disebutkan bila PT menginginkan tanah ini kemudian mereka (warga, red) pergi dari tanah ini tanpa ganti rugi. Ini satu hal yang bersifa intimidatif,” sambungnya lagi.
Ketua LSM Aliansi Buleleng Jaya, Drs Ketut Yasa mendesak Pemkab Buleleng agar segera mencopot plang yang dipasang PT SBH di TN itu. Karena PT SBH tidak lagi memiliki hak atas tanah itu sejak SHGB berakhir tahun 2012 lalu. “Saya berharap pemerintah harus segera bersikap. Jangan sampai rakyat kecil dikorbankan untuk memelihara investor-investor sulit sepert ini,” desak Ketut Yasa.
Ketut Yasa menegaskan, “Sebenarnya kalau saya amati plang yang dipasang oleh PT Sarana Buana Handara, itu klaim yang tidak mendasar. Dia pasang plang ini tidak ada data pendukungnya. Apakah dia berdasar HGB, karena yang kita tahu HGB yang mereka miliki itu sudah mati sejak tahun 2012. Sekarang malah dia baru pasang plang ini bahwa itu milik mereka tanpa dasar hukum.”
Dikatakan Ketut Yasa, klaim ini dilakukan PT SBH setelah masyarakat setempat menata kawasan di tepi Danau Buyan menjadi indah. “Setelah ini ditata oleh masyarakat, oleh BUMDes menjadi indah, baru mereka keluar lehernya panjang mengakui bahwa ini tanahnya mereka,” pungkas Ketut Yasa.
Hingga berita ini diposting belum ada tanggapan dan pernyataan dari PT Sarana Buana Handara.
Writer/Editor: Francelino