Hukum

HPL No 1/Desa Pejarakan-Gate: Kantah Buleleng dan Pemkab Buleleng Kalah Lagi di PT TUN Mataram

Quotation:
“Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Sertipikat Hak Pengelolaan Nomor 00001, Desa Pejarakan, tanggal 25 November 2020, Surat Ukur Nomor 70/TN/B/1971, tanggal 28 Desember 1971, Seluas 450.000 M2 atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng, terletak di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali,” bunyi amar putusan PT TUN Mataram.

Mataram, SINARTIMUR.co.id – Para petani di Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, bergembira karena Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali memenangkan para petani.

Sebab, PT TUN Mataram dalam amar putusannya pada tanggal 23 Oktober 2024 kembali menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar Nomor 16/G/2024/PTUN.DPS tanggal 6 Agustus 2024.

Di sisi lain, Putusan PT TUN Mataram itu menjadi kabar duka bagi Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Buleleng sebagai PEMBANDING I semula sebagai TERGUGAT; dan Pemkab Buleleng sebagai PEMBANDING II semula sebagai TERGUGAT II INTERVENSI.

Sengketa dengan Nomor 47/B/2024/PT.TUN.MTR itu melibatkan Kantah Kabupaten Buleleng sebagai PEMBANDING I semula sebagai TERGUGAT; dan Pemkab Buleleng sebagai PEMBANDING II semula sebagai TERGUGAT II INTERVENSI versus masyarakat Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, sebagai PARA TERBANDING semula sebagai PARA PENGGUGAT yang diwakili oleh Marsito, Matramo, Nawawi, Samsul Hadi, Rahnawi dan Jumrati.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim PT TUN yang diketuai Subur MS, S.H,M.H, dengan anggota Ketut Rasmen Suta, S.H. dan Indaryadi, S.H, M.H, dengan Panitera Pengganti Jamuhur, S.H, memerintahkan Pembanding I/Tergugat (Kantah Kabupaten Buleleng, red) supaya membatalkan Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan Tergugat berupa Sertipikat Hak Pengelolaan Nomor 00001, Desa Pejarakan, tanggal 25 November 2020, Surat Ukur Nomor Halaman 13 dari 15 halaman Putusan Nomor 47/B/2024/PT.TUN.MTR 70/TN/B/1971, tanggal 28 Desember 1971, Seluas 450.000 M2 atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng, terletak di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.

Majelis hakim PT TUN dalam amar putusannya juga memperkuat kembali Putusan PTUN Denpasar yang mewajibkan Tergugat untuk mencabut Sertifikat Hak Pengelolaan Nomor 00001, Desa Pejarakan, tanggal 25 November 2020, Surat Ukur Nomor 70/TN/B/1971, tanggal 28 Desember 1971, Seluas 450.000 M2 atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng, terletak di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.

Selanjutnya PTTUN memerintahkan kepada Kantah Buleleng supaya memperoses permohonan sertipikat yang dimohonkan warga atas tanah seluas 80.000 M2 dari luas 450.000 M2 tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya bahwa tanah tersebut sebelumnya tempat penambakan ikan dan garam lokal masyarakat setempat. Namun pada tahun 1975, diambil alih pemerintah dengan status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Nomor 1/Desa Pejarakan atas nama Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Buleleng yang diberikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK 3/HPL/DA/75 tanggal 17 Maret 1975.

Kemudian Pemkab Buleleng membagi tanah tersebut untuk kepentingan proyek pengapuran dengan luas 450 ribu M². Sementara sebagiannya diserahkan kepada investor yaitu PT. BCP.

Namun warga setempat tidak terima dengan perampasan sepihak tersebut. Pada tahun 2010 silam, mereka menggugat Pemda Buleng ke Pengadilan Negeri Singara yang terdaftar dengan nomor perkara 59/PDT.G/2010/PN.SGR., tanggal 17 Juni 2010. Perjuangan warga tersebut pun tak sia-sia. PN Singaraja dalam amar putusannya memerintahkan kepada Pemda dan pengelola supaya menyerahkan tanah tersebut kepada warga.

Jurubicara (Jubir) warga, Gede Kariasa mengaku pihak telah lama berjuang merebut kembali tanah yang sekian lama di serobot mafia tanah. Bahkan awal penolakan, salah satu warga rela gantung diri lantaran tak mau tanahnya diserahkan kepada orang yang tak bertanggungjawab.

“Namanya Pan Dayuh. Dia tak mau tanahnya hilang. Sebab tanah tersebut warisan orangtuanya yang sudah turun-temurun. Namun kami kalah dengan orang yang berduit,” tegas Kariasa.

Dia pun meminta kepada Presiden Prabowo Subianto supaya memberikan atensi khusus terhadap masyarakat yang tanahnya diserobot tanpa alas hak. Padahal para mafia tersebut hanya berlindung dibalik kekuasaan. “Putusan ini menjadi angin segar bagi kami. Setidaknya perjuangan kami selama bertahun-tahun ada jawabannya. Kami 54 warga Desa Penjarakan menyambut baik keputusan tersebut,” pungkas Kariasa.

Writer/Editor: Francelino

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button