Opini

Dirgahayu Republik Indonesia ke-80 – Tahun 2025

Oleh : Dr.dr. Ketut Putra Sedana, SpOG.

SETIAP bulan Agustus, Bangsa Indonesia disibukkan dengan beragam kegiatan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Semua ini adalah wujud rasa syukur dan terima kasih kepada para pahlawan yang telah berjuang memerdekakan negeri ini.

Thomas Carlyle, seorang filsuf, pernah berkata: “Pelajarilah sejarah perjuanganmu yang sudah lampau, agar tidak tergelincir dalam perjuanganmu yang akan datang.” Sejarah perjalanan bangsa kita sangat panjang. Jika kita meninggalkan sejarah, kita akan kehilangan arah, dan perjuangan pun berisiko gagal. Bung Karno pernah mengingatkan kita dengan semboyan JAS MERAH – Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah.

Di era revolusi, Bung Karno mengumandangkan salam kebangsaan “MERDEKA” yang mampu membakar semangat para pejuang hingga kemerdekaan diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Melalui Maklumat Pemerintah 31 Agustus 1945, salam “MERDEKA” ditetapkan sebagai salam nasional, diucapkan dengan mengangkat tangan setinggi bahu dan memekikkan kata “MERDEKA” sebagai simbol tanggung jawab, persatuan, dan tegaknya Pancasila sebagai dasar negara.

Kemerdekaan yang kita raih adalah hasil perjuangan kolektif, bukan hadiah penjajah. Setelah merdeka, kita diikat oleh UUD 1945 dan Pancasila untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Semangat perjuangan masa lalu harus tetap hidup dalam semangat mengisi kemerdekaan hari ini.

Sayangnya, salam “MERDEKA” kini jarang terdengar, padahal secara hukum ketatanegaraan, salam ini masih resmi menjadi salam nasional. Di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks, salam “MERDEKA” perlu kembali digaungkan sebagai salam pemersatu, yang melampaui batasan agama, golongan, dan latar belakang.

Merdeka bukan sekedar kata, tapi Merdeka penuh makna, Merdeka bukan sekedar ungkapan tapi merupakan Harapan, Harapan dari masyarakat Indonesia untuk bisa Merdeka dalam pendidikan, merdeka dalam kesehatan, merdeka dalam lapangan pekerjaan dan merdeka dalam Beribadah sesuai dengan keyakinannya..

Bung Karno pernah berpesan bahwa musuh terberat bangsa ini bukanlah bangsa lain, melainkan rakyatnya sendiri yang terpengaruh budaya luar hingga melupakan jati diri. Maka, kunci kemajuan adalah persatuan – bersatu dalam perbedaan untuk membangun negeri tanpa pertumpahan darah.

Di usia ke-80 tahun kemerdekaan ini, Belum semua masyarakat bisa menikmati kemerdekaan dalam arti sebenarnya, Kemiskinan dan kebodohan masih menjadi musuh yang harus diperangi bersama-sama dengan kepedulian, kebersamaan dan gotong royong. Semangat para pahlawan menjadi spirit kita untuk menjadi pahlawan di masa kini dengan mengisi kemerdekaan melalui karya nyata, menjaga persatuan, dan menolak segala bentuk penindasan dan perpecahan.

Dirgahayu Republik Indonesia ke-80
Tetap melaju untuk bersatu menuju Indonesia Maju.
Salam “MERDEKA”

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button