Tirtawan vs Agus Suradnyana: LSM ABJ Pertanyakan Keahlian Saksi Ahli
Gelar Perkara Kembali Ditunda, Kinerja Polres Buleleng Dipertanyakan LSM ABJ

Quotation:
“Jadi, saya ingin ini, putusan pengadilan sudah inkracht, sudah lengkap semuanya, tolong jaga namanya profesionalisme, kebenaran dan keadilan dalam menangani laporan masyarakat. Jangan sampai orang besar melapor dipaksakan untuk dijadikan tersangka. Saya juga jadi orang besar kok, jangan menganggap enteng, seorang Nyoman Tirtawan bisa bikin ribut. Kalau laporan saya sekian lama dibiarkan, ya terpaksa juga saya ribut,” ancam Tirtawan.
Singaraja, SINARTIMUR.co.id – Untuk ketiga kalinya Satreskrim Polres Buleleng menunda gelar perkara terkait laporan pelapor Nyoman Tirtawan dengan terlapor Bupati Buleleng periode 2012-2022 Putu Agus Suradnyana.
Tirtawan melaporkan Bupati Putu Agus Suradnyana dengan tuduhan telah melakukan penguasaan secara paksa atas lahan 45 hektar milik 55 warga di Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng.
Ketua LSM Aliansi Buleleng Jaya (LSM ABJ) Drs Ketut Yasan menyayangkan penanganan kasus tersebut yang terkesan tersendat-sendat di Unit II Satreskrim Polres Buleleng.
Ketut Yasa pun melontarkan kritik pedas kepada Polres Buleleng. Kritik pedas itu terlontar dari Ketut Yasa, karena sikap tidak konsisten penyidik Unit II Satreskrim Polres Buleleng yang sudah tiga kali menunda acara gelar perkara atas laporan Nyoman Tirtawan tersebut. Menurut informasi, sebut Ketut Yasa, gelar perkara direncanakan tanggal 21 Agustus 2025 lalu, namun ditunda ke tanggal 28 Agustus hari ini. Sayang, gelar perkara kembali ditunda ke tanggal 1 September 2025 dengan salah satau dalih saksi ahli tidak mengetahui tempos atau waktu kejadian pemalsuan dokumen.
Ketut Yasa pun mempernyatakan keahlian saksi ahli yang dimintai keterangan oleh penyidik Unit II Satreskrim Polres Buleleng. Ketut Yasa menegaskan bahwa tempus delicti atau waktu kejadian melanggar hukum itu sudah dengan jelas dan terang benderang dalam laporan pelapor Nyoman Tirtawan yakni tanggal 25 November 2020.
“Saya justru mempertanyakan keahlian saksi ahli yang dihadirkan penyidik. Tempus delicti sudah jelas dan terang benderang tercantum laporan pelapr itu tanggal 25 November 2020 yaitu tanggal diterbitkannya sertifikat HPL pengganti. Nah, pernyataan saya, tempus delicti yang sudah jelas saja, ahli tidak melihatnya, apakah ahli punya kompetensi atau keahlian untuk mengkaji isi laporan pelapor,” kritik Ketua LSM ABJ Drs Ketut Yasa, Kamis (28/8/2025) sore.
Ketut Yasa menegaskan, akibat ketidakmampuan ahli melihat tempus delicti dalam dokumen laporan pelapor, sangat merugikan pelapor. “Ketidakmampuan ahli membaca tempus delicti menyebabkan gelar pekara ditunda. Ini sangat merugikan pelapor,” kritiknya lagi.
Ketua LSM ABJ itu mendesak Polres Buleleng untuk mengganti saksi ahli yang tidak memiliki kemampuan atau keahlian lemah itu agar tidak menunda-nunda gelar perkara. “Saya mendesak Kapolres segera perintahkan Satreskrim untuk mencari saksi ahli yang kapabel agar kasus ini segera ditingkatkan ke penyidikan dan terlapor segera ditangkap. Sebagai Ketua LSM Aliansi Buleleng Jaya, tentu berhap agar Hukum ditegakkan. Hukum harus tegak lurus dengan keadilan. Penegakan hukum jangan sampai mengirisiris ataupun merobek-robek rasa keadilan rakyat,” desak Ketut Yasa.
LSM ABJ meminta penyidik Unit II Satreskrim Polres Buleleng agar bekerja secara profesional dan proposional dengan tidak menghadirkan saksi ahli yang terkesan titipan pihak tertentu untuk menyelamatkan terlapor. “Selaku LSM hanya berpesan kepada penyidik Polres Buleleng agar bekerja secara profesional & proposional tidak pandang bulu, menindak tegas siapapun yang melanggar hukum, baik itu pejabat ataupun mantan pejabat. Ada kesan saksi ahli ini merupakan titipan untuk meringnkan terlapor,” sindir Ketut Yasa.
Ketua LSM ABJ itu menegaskan, “Putusan pengadilan no.70K/TUN/2025 yang sudah inkrah adalah bukti absolut telah terjadinya tindakan melawan hukum dari pihak terlapor, artinya sudah saatnya terlapor dijadikan tersangka penyerobot tanah warga dan penggunaan dokumen/keterangan palsu. Jangan diulur-ulur lagi.”
Ketut Yasa pun membuat perbandingan saat Polres Buleleng menangani laporan Tirtawan yang begitu lama, dan menangani laporan Bupati Buleleng periode 2012-2022 Putu Agus Suradnyana yang melapor Tirtawan dengan jerat UU ITE begitu cepat. “Penegakan hukum harus tegak lurus dengan keadilan. Kenapa saat kasus ITE Tirtawan begitu cepat jadi tersangka dan proses pelimpahan tahap 1 dan 2 begitu cepat, apakah karena Nyoman Tirtawan Masyarakat biasa?” ujar Ketua LSM ABJ, Drs Ketut Yasa.
“Namun dibalik itu kasus perampasan, penggunaan dokumen palsu dan penyalahgunaan wewenang mantan Bupati Buleleng Agus Suradnyana jalan dan prosesnya ber putar-putar seperti kéong? Apakah karena Agus Suradnyana mantan Bupati?” kritik Ketut Yasa.
“Penegakan hukum harus tegak lurus dengan keadilan. Kenapa saat kasus ITE Tirtawan begitu cepat jadi tersangka dan proses pelimpahan tahap 1 dan 2 begitu cepat, apakah karena Nyoman Tirtawan Masyarakat biasa?” ujar Ketua LSM ABJ, Drs Ketut Yasa, dengan nada bertanya, Rabu (6/8/2025).
“Namun dibalik itu kasus perampasan, penggunaan dokumen palsu dan penyalahgunaan wewenang mantan Bupati Buleleng Agus Suradnyana jalan dan prosesnya ber putar-putar seperti kéong? Apakah karena Agus Suradnyana mantan Bupati?” kritik Ketut Yasa.
“Apakah penyidik takut dalam penegakan hukum dan keadilan, karena Agus mantan Kepala Daerah/Bupati? Sehingga proses penanganan kasusnya berbelit, berputar bagai jalannya seekor kèong yang kena sianida,” tegas Ketut Yasa lagi dengan nada sindir.
Ketut Yasa mengingatkan kembali Polres Buleleng dengan instruksi Kapolri tentang penegakan hukum yang PRESISI. “Bukannya Kapolri sudah instruksikan penegakan hukum yang PRESISI yang tajam ke bawah juga tajam keatas? Luncuran Motto PRESISI Polri mencerminkan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan dan scala yang sama dimata hukum, bukan ketat atau tajam dimata rakyat namun longgar atau tumpul dimata pejabat atau mantan pejabat,” ucap Ketut Yasa.
Ketut Yasa menilai bahwa kinerja Polres Buleleng dalam menegakkan hukum di Buleleng tidak seirima dengan penegakan hukum yang dimaknai oleh Presideng Prabowo Subianto.
“Tidak seirama dengan penegakan hukum yang dimaknai oleh Presiden kita. Raja minyak yang berpuluh-pluh tahun tidak tersentuh hukum, kini harus jadi tersangka di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto,” ungkapnya.
“Mestinya penyidik memaknai penegakan hukum PRESISI tersebut dengan hukum tegak dengan keadilan. Tegak lurus dengan penegakan hukum dari pusat sampai ke daerah,” pungkas Ketut Yasa.
Di tempat terpisah, pelapor Nyoman Tirtawan juga sangat menyayangkan cara penanganan laporannya oleh Satreskrim Polres Buleleng yang dinilai diskriminatif.
“Saya kembali menanyakan laporan polisi saya yang sudah berulang tahun berkali-kali bahkan Pak Kasat minta Putusan Kasasi MA, itupun sudah saya berikan lama. Jadi, saya mau tahu bagaimana sudah sekain lama proses terkatung-katung. Saya merasa dikriminalisasi, saya merasa diskriminasi dari dulu. Ada orang lapor saya yang laporan polisinya 26 Desember 2022 setelah di-BAP ternyata laporan peristiwanya setahuh kemudian. Semestinya laporan tersebut tidak boleh diproses dipaksakan atau direkayasa lah demikian. Dan terbukti saya tidak dipenjara karena memang saya benar,” kritik Tirtawan.
“Jadi, saya ingin ini, putusan pengadilan sudah inkracht, sudah lengkap semuanya, tolong jaga namanya profesionalisme, kebenaran dan keadilan dalam menangani laporan masyarakat. Jangan sampai orang besar melapor dipaksakan untuk dijadikan tersangka. Saya juga jadi orang besar kok, jangan menganggap enteng, seorang Nyoman Tirtawan bisa bikin ribut. Kalau laporan saya sekian lama dibiarkan, ya terpaksa juga saya ribut,” ancam Tirtawan.
Sementara itu Ahli Hukum Pidana, Prof. Dr. Sadjijono, S.H, M.Hum, dari Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, menyatakan bahwa sertifikat pengganti tidak boleh merubah data (gambar), tidak boleh merubah peta bidang, batas-batasnya tetap, harus sama. Bila terjadi perubahan data/gambar, peta bidang, dan batas-batasnya maka sertifikat pengganti adalah sertifikat palsu.
“Sertifikat pengganti tidak boleh merubah data (gambar), peta bidang tidak dirubah, batas-batasnya tetap, harus sama. Kalau banyak tulisan-tulisan yang dihilangkan, maka sertifikat pengganti itu adalah sertifikat palsu itu,” tegas Prof Sadjijono saat diwawancarai via telpon, Senin (28/7/2025) lalu.
Prof Sadjijono menjelaskan, sertifikat itu merupakan hasil pendaftaran, dasarnya tidak bisa hanya fotocopy. Jadi, kata dia, harus melakukan penilitian terkait dengan data yuridis dan data atau dokumen. “Untuk identitasnya sertifikat dan sertifikat pengganti harus sama. Merubah (sertifikat pengganti) tidak boleh. Itu memasukkan data palsu namanya. Pejabat nyata-nyata menyalahgunakan wewenang karena nyata-nyata memasukan data yang tidak sesuai dengan dokumen,” papar Prof Sadjijono.
Terkait keterangan atau pendapat ahli yang dimintakan penyidik Satreskrim Polres Buleleng tentang putusan pengadilan PTUN yang sudah inkracht, Prof Sadjijono menyatakan bahwa keterangan ahli itu perlu untuk mempertegas dan memperkuan putusan pengadilan tersebut. “Keterangan ahli itu perlu untuk mempertegas, memperkuat (putusan pengadilan). Karena kadang-kadang polisi itu tidak memahami sehingga kita harus bedah (agar) polisi menjadi paham,” ungkap Prof Sadjijono.
Pun demikian, ahli hukum pidana Universitas Bhayangkara Surabaya itu menegaskan bahwa pendapat ahli tidak bisa merubah putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht van gewijsde.
Apakah pendapat ahli bisa mengubah putusan pengadilan yang sudah inkracht van gewijsde? “Tidak bisa, inkracht ya tetap inkracht. Tidak bisa, tidak bisa, ahli apapun tidak bisa merubah putusan pengadilan yang sudah inkracht. Jadi tidak bisa dilogikan dengan suatu persepsi tersendiri, bahwa putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum itu tinggal memiliki kekuatan eksekusi. Perbuatan melawan hukum sudah terbukti, nanti kembali kepada pasal 184 KUHAP ayat (2)nya,” jawab Prof Sadjijono dengan nada tegas.
Bagaimana tanggapan Polres Buleleng? Kapolres Buleleng AKBP Ida Bagus Widwan Sutadi, S.I.K, yang dihubungi media ini Kamis (28/8/2025) sore pukul 15.00 Wita meminta waktu untuk memberikan penjelasan karena sat ini masih fokus pada pelaku yang menabrak anggota Satlantas Polres Buleleng hingga tewas tiga hari lalu. “Mohon waktu yaa Pak, kami sedang fokus dengan pelaku yang nabrak anggota meninggal 3 hari yang lalu Pak,” ucap Kapolres Widwa menanggapi konfirmasi dari media ini.
Writer/Editor: Francelino