Gubernur Koster-Kajati Sumedana Percepat Pembahasan Ranperda Bale Kertha Adhyasa
Untuk Perkuat Lembaga Adat dan Penyelesaian Hukum Berbasis Kearifan Lokal

Quotation:
“Bale Kertha Adhyaksa akan menjadi ruang penyelesaian hukum adat di tingkat desa yang mengedepankan mediasi, nilai-nilai lokal, dan keharmonisan sosial. Ini sangat nyata dan penting bagi masyarakat adat di Bali,” ucap Gubernur Koster.
Denpasar, SINARTIMUR.co.id – Gubernur Bali Wayan Koster tidak henti-hentikan melakukan terobosan sebagai upaya memperkuat lembaga adat dan penyelesaian masalah hukum berbasis kearifan lokal di tingkat desa adat di Bali.
Salah satunya Pemerintah Provinsi Bali di bawah pimpinan Gubernur Koster merangkul Kejaksaan Tinggi Bali yang dikendalikan Ketut Sumedana menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Bale Kertha Adhyaksa (BKA).
Bahkan Gubernur Koster Senin (4/8/2025) menegaskan bahwa Pemprov Bali bersama Kejaksaan Tinggi Bali bergerak cepat mempercepat pembahasan Ranperda BKA.
Kerja nyata untuk upaya memperkuat lembaga adat dan penyelesaian masalah hukum berbasis kearifan lokal di tingkat desa adat di Bali ini dipimpin langsung oleh Gubernur Bali Wayan Koster dan Kajati Bali Ketut Sumedana. Kedua pemimpin Bali asal Buleleng itu menegaskan bahwa Ranperda tersebut menjadi instrumen penting untuk menyelesaikan persoalan hukum masyarakat adat Bali secara musyawarah, mengurangi beban pengadilan, serta mencegah konflik sosial yang berlarut-larut.
“Bale Kertha Adhyaksa akan menjadi ruang penyelesaian hukum adat di tingkat desa yang mengedepankan mediasi, nilai-nilai lokal, dan keharmonisan sosial. Ini sangat nyata dan penting bagi masyarakat adat di Bali,” ucap Gubernur Koster kepada media ini.
Di tempat yang sama, Kajati Bali Ketut Sumedana, yang juga merupakan inisiator konsep Bale Kertha Adhyaksa, memaparkan bahwa draft (konsep) Ranperda telah rampung, dan pembahasan bersama DPRD Bali akan dipercepat maksimal dalam waktu tiga minggu.
“Kami sudah siapkan draf lengkapnya. Ini adalah warisan hukum berbasis adat yang akan menjadi role model nasional. Perluasan fungsi Bale Kertha Adhyaksa bukan hanya mediasi, tapi juga edukasi dan penguatan hukum adat,” jelas Kajati Ketut Sumedana.
Kajati asal dari Desa Tinggarsari, Kecamatan Busungbiu, Buleleng itu menyatakan bahwa sebagai informasi, Bale Kertha Adhyaksa sebelumnya telah diluncurkan dan dijalankan secara pilot project di 9 kabupaten/kota se-Bali, dan telah mendapat sambutan positif dari desa adat serta aparat penegak hukum. “Bale ini berfungsi sebagai lembaga mediasi dan penyelesaian perkara adat yang tidak masuk ranah pidana berat, seperti persoalan tanah, sengketa waris, pernikahan adat, dan konflik sosial ringan,” jelas Kajati Sumedana.
Dikatakan Kajati Sumedana, dengan adanya regulasi formal melalui Perda, sistem Bale Kertha Adhyaksa akan memiliki kekuatan legal untuk mengakomodasi penanganan persoalan masyarakat adat secara berkeadilan dan berkelanjutan.
Kajati Sumedana menegaskan, “Jadi keterlibatan tokoh adat, penyuluh hukum, serta peran jaksa pengacara negara menjadi pilar utama sistem ini. Maka Bali telah lebih dulu memulai dan membuktikan bahwa penyelesaian berbasis lokal jauh lebih efektif. Tinggal kita kuatkan dasar hukumnya,”
Bagaimana tanggapan Ketua DPRD Bali Dewa Nyoman Mahayadnya? Ketua DPRD Bali yang juga berasal dari Buleleng tepatnya di Desa Banjar, Kecamatan Banjar itu mengungkapkan komitmen lembaga legislatif yang dipimpinnya untuk segera membahas Ranperda ini.
“Apabila Perda ini disahkan tepat waktu, maka Bali akan menjadi provinsi pertama di Indonesia yang memiliki sistem formal hukum adat berbasis Perda, dan siap menjadi percontohan nasional dalam pelaksanaan KUHAP baru tahun 2026,” ungkap Ketua DPRD Bali yang akrab disapa Dewa Jack itu.
Tanggapan positif juga dari Kanwil Hukum Provinsi Bali. Pihak Kanwil Hukum Provinsi Bali yang menilai langkah ini sangat strategis menjelang penerapan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHAP, yang mulai berlaku 1 Januari 2026 dan mengakui keberadaan hukum adat secara nasional.
Writer/Editor: Francelino