HukumOpini

Batu Ampar-gate: Menko Bilang Ada Mafia Tanah, Bagaimana Pak Polisi?

Oleh : Francelino Xavier Ximenes Freitas – Pemred SINARTIMUR.co.id

MENCERMATI perjalanan penanganan kasus tanah milik warga yang di Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, cukup berliku.

Media ini yang intens memberitakan perjalanan perseteruan antara masyarakat petani Batu Ampar yang didampingi tokoh aktivis antikorupsi Nyoman Tirtawan versus Pemkab Buleleng cq Bupati Buleleng periode 2012-2022 Putu Agus Suradnyana dan BPN Kabupaten Buleleng, mengamati banyak hal aneh dalam kasus ini.

Anehnya dimana? Laporan kasus dugaan perampasan tanah milik petani Batu Ampar yang dipelopori Nyoman Tirtawan itu sudah dilaporkan ke Presiden RI sejak zaman pemerintahan Presiden Joko Widodo dan ke sejumlah pejabat tinggi di Jakarta.

Salah satunya adalah laporan ke Menkopolhukam era Presiden Joko Widodo, Prof Dr Mahfud MD.

Menkopolhukam Mahfud MD pun langsung melayangkan surat rekomendasi kepada Kapolri dan sejumlah pimpinan lembaga tinggi yang berada di bawah koordinasi Kemenkopolhukam seperti Mendagri dan Menteri ATR/BPN RI.
Dalam surat rekomendasi itu Menkopolhukam menyebut bahwa ada penyerobotan atau perampasan tanah milik warga. Bukan hanya itu, Menkopolhukam juga menyebutkan bahwa ada penyalahgunaan wewenang dan ada mafia tanah di Batu Ampar.

Dalam surat rekomendasi itu dengan jelas Menkopolhukam memerintahkan Kapolri untuk melakukan penegakan hukum terhadap para oknum pejabat dan mafia tanah yang bermain khususnya pada sengketa lahan di Batu Ampar demi tercapainya kepastian hukum yang memenuhi rasa keadilan.

Faktanya? Polri terkesan tidak serius melaksanakan surat rekomendasi dari Menkopolhukam RI tersebut. Sudah berganti presiden dan berganti menteri tapi tidak ada penanganan yang memberi rasa keadilan kepada masyarakat petani di Batu Ampar yang menjadi korban mafia tanah berdasi.

Putusan pengadilan yang sudah inkratch atau sudah berkekuatan hukum pun sudah dikantongi Nyoman Tirtawan bersama masyarakat. Yang isi keputusan PTUN itu antara lain menyatakan tergugat Kepala BPN Buleleng mencabut atau membatalkan Sertifikat HPL Pengganti di Batu Ampar, dan mengembalikan lahan tersebut kepada masyarakat petani Batu Ampar.

Kasus dugaan perampasan tanah Batu Ampar kini sedang ditangani Unit 2 Satreskrim Polres Buleleng. Pelapor sudah menyerahkan semu barang bukti termasuk putusan PTUN Denpasar yang sudah inkratch itu.

Sayang, penyidik Unit 2 Satreskrim Polres Buleleng, masih mencoba-coba menggoreng penanganan kasus tersebut dengan berbagai dalih yang menurut logika tidak seharusnya dilakukan penyidik. Beberapa kali dilakukan gelar perkara internal, namun belum ada perkembangan yang signifikan bahkan hasil gelar perkara malah memperlihatkan sikap tidak objektif penyidik.
Misalnya, mempertanyakan legal standing pelapor, yakni Nyoman Tirtawan sebagai pelapor. Berikutnya penyidik berdalih masih diperlukan saksi ahli pidana tentang putusan PTUN yang sudah inkratch.

Sinilah polisi dinilai bermain ganda alias catur muka. Menkopolhukam sudah menyatakan ada di mafia tanah yang bermain di Batu Ampar dan diperkuatkan dengan putusan PTUN yang sudah inkratch. Lalu bagaimana sikap pak polisi di Buleleng? Apakah polisi di Buleleng berpihak pada kebenaran dan keadilan atau mengkhianati kebenaran dan keadilan, dengan mengikuti permainan remote control para mafia tanah?

Hanya polisi dan Tuhan yang tahu! ***

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button