Tuntut Kejelasan Dana Bagi Hasil Pelaba Pura, Dua Desa Adat di Banjar Tegang

Quotation:
”Karena tidak ada laporan terkait dana bagi hasil selama ini akhirnya kami meminta Perumda Pasar Argha Nayottama Buleleng untuk mempending terlebih dulu pengiriman dana bagi hasil ke rekening pengempun Pura Segara sehingga terhitung dari Bulan April 2024 hingga 2025 dana bagi hasil tidak dikirim,” ucap Bendesa Geriastika.
Banjar, SINARTIMUR.co.id – Ketegangan terjadi antara dua desa adat di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali. Ketegangan ini membuat situasi di Desa Adat Banjar dan Desa Adat Banjar Tegeha yang bertetangga itu memanas.
Ketegangan ini dipicu oleh kurang transparansinya pengelolaan dana bagi hasil pelaba Pura Segara yang kini menjadi Pasar Banjar yang berada di wewidangan Desa Adat Banjar.
Konon ketegangan antara Desa Adat Banjar dan Desa Adat Banjar Tegeha mencuat menyusul dana bagi hasil dari Pasar Banjar yang berdiri di atas tanah pelaba Pura Segara seluas 37 are yang terdiri dari dua sertifikat, dinilai peruntukannya tidak jelas. Dana bagi hasil itu sesuai dengan kesepakatan dua desa adat bertetangga yang dibuat pada tanggal 22 Oktober 2014 silam.
Informasi yang diperoleh media ini, setelah Pasar Banjar itu dibangun, Perumda Pasar Argha Nayottama Buleleng kala itu bernama PD Pasar Kabupaten Buleleng membuat perjanjian pengelolaan atas pasar yang baru dibangun dengan dua desa adat yang merupakan pengempon Pura Segara Banjar dengan nomor perjanjian 192/PDP/XII/2018 tertanggal 27 November 2018. Dari perjanjian tersebut, disepakati pihak pengempon Pura Segara mendapatkan bagian dari hasil pasar sebesar 30 persen, sedangkan pemerintah daerah melalui Perumda Pasar Argha Nayottama Buleleng mendapatkan bagian 70 persen.
Selama bulan Desember 2018 hingga tahun 2020, Pasar Banjar sempat dikelola oleh Desa Adat Banjar. Dari percobaan pengelolaan pasar, dinilai kurang tepat dan terjadi riak-riak di bawah. Atas peristiwa tersebut dilakukan perundingan antara dua desa adat selaku pengempun Pura Segara dengan PD Pasar Buleleng yang diinisiatori oleh Asisten II Setkab Buleleng. Dari perundingan tersebut diputuskanlah dana bagi hasil antara pihak pengempon dan Perumda Pasar Argha Nayottama Buleleng.
Dari tahun 2021 pihak Perumda Pasar Argha Nayottama Buleleng telah mulai memberikan dana bagi hasil Rp 69.384.872. Sedangkan untuk ditahun 2022 pihak pengempon Pura Segara mendapatkan dana bagi hasil sebesar Rp 101.329.083. Ditahun 2023 pihak pengempon Kembali mendapatkan bagi hasil sebesar 110.443.586 kemudian di triwulan IV ditahun 2023 pengempon pura Kembali mendapatkan dana bagi hasil sebesar Rp 59.396.981 sedangkan di triwulan 1 tahun 2024 pengempon Kembali mendapatkan dana bagi hasil sebesar Rp 53.837.364 sehingga dari total dana bagi hasil yang telah diterima sebesar Rp384.390.886.
Menurut Bendesa Adat Banjar Tegeha, Ida Bagus Made Geriastika, yang juga merupakan pengempon Pura Segara menilai uang dana hasil yang telah diterima tersebut yang kini dikelola oleh seorang ketua pengempon pura bernama Ida Komang Wiadnya dan Nyoman Moksala selaku Bendahara kurang tranparan atas pengelolaan dana tersebut.
”Terus terang kami melihat pengelolaan terhadap uang bagi hasil tersebut kurang tranparansi, kami sebagai pihak pengempon pura tidak pernah menerima pertanggungjawaban atas dana tersebut. Terlebih dalam pemilihan organisasi pengempon pura kami tidak dilibatkan,” ungkap Bendesa Adat Desa Banjar Tegeha Ida Bagus Made Geriastika saat dikonfirmasi, Selasa (30/9/2025) pagi.
Bendesa Geriastika menyebutkan, Desa Adat Banjar Tegeha mengirimkan surat permohonan pertanggungjawaban atas dana Pelaba Pura Segara dengan nomor surat 46/DA-BT/IX/2025 tertanggal 18 September 2025 kepada Bendasa Adat Desa Banjar. ”Atas kekurangpuasan kami yang tidak pernah menerima pertanggungjawaban dari tahun 2021 hingga 2024 kami juga telah melayangkan surat kepada Bendesa Adat Banjar namun hingga kini tidak ada respon atas permohonan pertanggungjawaban dana tersebut,” beber Bendesa Geriastika dengan nada lantang.
Dikatakannya, surat tersebut telah dikirimkan ke Bendesa Adat Banjar juga telah ditembuskan kepada Bupati Buleleng, Wakil Bupati Buleleng, Kajari Buleleng, Perumda Pasar Argha Nayottama Buleleng hingga kepada kepala Desa Banjar. ”Kami juga telah menembuskan surat kami itu dari Bupati, Kejaksaan hingga Kepala Desa Banjar sehingga hal itu nantinya bisa ditindak lanjuti,” paparnya.
Selain bersurat ke Bendesa Adat Banjar, langkah apalagi yang dilakukan? Bendesa Geriastika mengungkapkan dirinya bersama Prajuru Adat Banjar Tegeha mendatangi Perumda Pasar Argha Nayottama Buleleng agar menunda pencairan dana bagi hasil mulai terhitung bulan April 2024 hingga tahun 2025.
”Karena tidak ada laporan terkait dana bagi hasil selama ini akhirnya kami meminta Perumda Pasar Argha Nayottama Buleleng untuk mempending terlebih dulu pengiriman dana bagi hasil ke rekening pengempun Pura Segara sehingga terhitung dari Bulan April 2024 hingga 2025 dana bagi hasil tidak dikirim,” beber Geriastika.
Menurut Bendesa Geriastika, jika kalau anggaran bagi hasil tersebut dapat dikelola dengan jujur dan tranparan tentunya anggaran bagi hasil itu mampu menambah tanah pelaba Pura Segara serta bisa digunakan untuk kegiatan upacara di Pura Segara dengan tidak membebani masyarakat di dua desa adat.
”Kalau dana itu bisa dikelola dengan baik dan jujur tentunya bisa membeli tanah untuk menambah pelaba pura Segara serta bisa digunakan untuk upacara di Pura Segara dengan tidak membebani masyarakat itu sendiri,” tegas Geriastika sembari mengancam akan membawa kasus tersebut ke Kejaksaan Tinggi Bali.
Menariknya, bukan hanya Bendesa Adat Banjar Tegeha yang mempertanyakan penggunaan dana bagi hasil dari Perumda Pasar Argha Nayottama Buleleng, tetapi sikap sama juga datang dari masyarakat Desa Banjar yang merupakan pengempon Pura Segara tersebut. Seperti yang disampaikan Ida Bagus Kade Suryadarma, salah satu masyarakat Desa Banjar.
Suryadarma mengaku dia bersama dengan puluhan masyarakat membuat kesepakatan untuk mempertanyakan penggunaan dana bagi hasil pelaba Pura Segara yang dinilai kurang tranparan. ”Kami juga sempat membuat surat kesepakatan sebagai warga masyarakat sebanyak 16 orang mempertanyakan dana tersebut dan surat tersebut kami telah sampaikan kepada Bendesa Adat Banjar Ida Bagus Kosala namun hingga kini belum kami terima jawaban atas surat kami kirim tersebut,” ucap Suryadarma.
Hingga berita ini diposting, media mendapat penjelasan dari Bendesa Adat Banjar, Ida Bagus Kosala.
Writer/Editor: Francelino