Hukum

LSM Aliansi Buleleng Jaya Soroti Ketegangan di Desa Adat Tista

Kejari Buleleng Harus Bertanggung Jawab Atas Kericuhan di Desa Adat Tista

Quotation:
“Sepertinya kasus kecil dibesar-besarkan yang sebenarnya kasus masih dapat diselesaikan di internal desa adat itu sendiri seperti apa yang diwacanakan terbentuknya Kertha Adyaksa. Sedangkan kasus besar, Kejari Buleleng tidak berani menanganinya,” kritik Ketut Yasa.

Singaraja, SINARTIMUR.co.id – Ketegangan yang terjadi di Desa Adat Tista, Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, Buleleng, Bali, pasca Kelian Desa Adat Nyoman Supardi menjalani hukuman pidana di Lapas Kelas IIB Singaraja, membuat LSM Aliansi Buleleng Jaya (LSM ABJ) angkat bicara.

Reaksi LSM ABJ ini terjadi karena terjadi ketegangan di Desa Adat Tista yang berujung pada pergantian Kelian Desa Adat Tista bersama Prajuru Desa Adat Tista.

Ketua LSM ABJDrs Ketut Yasa justru menuding Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng sebagai biang kerok ketegangan di Desa Adat Tista. Kenapa demikian? “Persoalan hukum yang menjerat Kelian Desa Adat Tista Jro Nyoman Supardi terlihat ada sesuatu yang ganjil. Apakah itu suatu rekayasa akibat dari sebuah kepentingan sehingga mengenyampingkan upaya-upaya kasus adat ini, yang semestinya penyelesainnya dikembalikan ke adat justru sebaliknya seolah-olah dalam perkara ini diupayakan untuk dapat terselesaikan melalui proses hukum,” tegas Ketua LSM ABJ Drs Ketut Yasa, Rabu (27/8/2025).

Ketut Yasa malah mengkritik Kejari Buleleng bahwa Kejari Buleleng hanya berani menangani kasus-kasu remeh temeh dan kasus-kasus kecil, sedangkan kasus-kasus besar dengan kerugian negara besar malah didiamkan alias tidak berani menangkap pelakunya.

“Sepertinya kasus kecil dibesar-besarkan yang sebenarnya kasus masih dapat diselesaikan di internal desa adat itu sendiri seperti apa yang diwacanakan terbentuknya Kertha Adyaksa. Sedangkan kasus besar, Kejari Buleleng tidak berani menanganinya,” kritik Ketut Yasa.

Ketut Yasa mengungkapkan, “Akibat dari proses hukum itu (kasus Kelian Desa Adat Tirta Nyoman Supardi), di Desa Adat Tista justru terjadi ketegangan semakin panas dan semakin meruncing terjadi pro kontra karena dengan adanya proses hukum tersebut akhirnya hal ini dijadikan kesempatan menggantikan kelian desa adat serta prajurunya dengan cara-cara melanggar aturan awig-awig maupun Perda No 4 Tahun 2019 tanpa memperhatikan prosudur atau aturan yang ada.”

Ketut Yasa khawatir bila pola kerja Kejari Buleleng didasarkan pada tasa benci dan rasa sakit hati oknum jaksa di Kejari Buleleng, maka keberadaan Desa Adat di Buleleng terutama Kelian Desa Adat bersama prajuru adatnya terancam. “Ini merupakan upaya melemahkan eksistensi Desa Adat sebagai benteng pertahanan bagi masyarakat adat serta adat istiadat Bali. Kami mendesak Kajati Bali yang orang Buleleng harus segera mengevaluasi kinerija Kajadi Buleleng dan jajarannya,” tegas Ketut Yasa.

Bagaimana tanggapan Kejari Buleleng? Kasi Intel Kejari Buleleng I Dewa Gede Baskara H, SH, yang dikonfirmasi Rabu (27/8/2025) malam membantah bila ketegangan di Desa Adat Tista itu merupakan tanggung jawab Kejari Buleleng.

Dewa Baskara menegaskan bahwa Kejari Buleleng hanya menegakkan aturan hukum yang dilanggar Kelian Desa Adat Tista Nyoman Supardi. Bila terjadi pergantian Kelian Desa Adat Tista bersama Prajuru Adat Tista di luar kewenangan Kejari Buleleng.

“Kalau menurut saya, kami hanya menegakkan aturan dan hukum yang dilanggar sesuai aturan dan undang-undang yang berlaku, yang mana perkaranya sudah berproses dan sudah diputus. Masalah adanya pergantian Kelian Adat dan Prajurit Adat, itu di luar kewenangan kami,” tegas Dewa Baskara diplomatis.

Writer/Editor: Francelino

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button